Selasa, 06 Januari 2015

Kepingan Surga

"Kalau Anda adalah seorang warga negara Indonesia, Anda patut bersyukur dan sebaiknya mulai bergerak untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya di negeri 'Kepingan Surga' ini. Kebobrokan memang masih ada di sana-sini, tetapi jangan membuatnya menghalangimu untuk menikmati negerimu sendiri karena ini hadiah dari Tuhan, hadiah paling indah untuk kita. Terima kasih Tuhan atas Indonesia yang Kau berikan kepada kami."

Rabu, 31 Desember 2014

Fashion is Not Always be Our Friend



Terve! (Halo! Finlandia)


Tulisan ini murni bersumber dari gudang gagasan yang berada di dalam labirin otakku. Sudah lama aku menyimpan di dalamnya, tetapi selalu terbengkalai karena belum ada waktu yang pas untuk mengolahnya menjadi lebih baik. Sekarang aku punya spare time untuk menulis dan aku ingin kalian jadi temanku berbagi gagasan. Well, check this out!


Mayoritas makhluk bumi Indonesia adalah remaja, baik itu remaja pemula, sedang, atau remaja yang menjelang jadi penyandang status sebagai “orang dewasa”. Namun, dari perbedaan kalangan remaja yang menjadi kasta berdasarkan penggolongan usia itu, ada satu kesamaan dari mereka; how they dress! Majority of Indonesian teenagers dress in the same style; weird.

Bagaimana kriteria baju aneh menurutku? Here you are:

1.       Tabrak warna. Bukannya mengungkit-ungkit  zaman dulu, tetapi melestarikan budaya yang baik kan tidak ada salahnya. Remaja putri zaman dulu selalu memadu-padankan warna-warna baju yang serasi. Warna-warna calm jadi pilihan karena memang lebih nyaman dilihat. Hasilnya, perempuan zaman dulu selalu terlihat anggun dan menawan. Kalau remaja putri zaman sekarang suka pakai baju yang warnanya tidak nyambung. Hijau dan merah, biru dan ungu, oranye dan hijau neon. Subhanallah, semua warna tumplek bleg di situ. Yaa, kalau kata anak zaman sekarang sih itu modis. Menurutku itu kurang sesuai.

2.       Tabrak motif. Dulu ketika aku masih SD, aku menertawakan imajinasiku jika aku memakai baju batik dan celana bermotif garis. Itu sangat absurd dan lucu. Ternyata, sekarang justru yang sedang hits adalah hal semacam itu. Celana bermotif garis dipadukan dengan baju bermotif polkadots. Baju batik dengan rok batik yang motifnya berlainan. Baju bergambar boneka dengan kerudung bermotif batik. Sungguh buruk.

3.       Celana yang hanya sejengkal. Ini yang membuatku paling risih. Remaja-remaja putri sekarang suka sekali memakai celana pendek yang panjangnya hanya sejengkal. Ya memang benar namanya celana pendek, tetapi kalau panjangnya hanya sejengkal, menurutku itu sudah masuk kriteria celana dalam. Ada baiknya kok kalau kita memakai celana panjang. At least, kita tidak pamer paha ke mana-mana.

Selain baju aneh, ada lagi yang fashion aneh yang digemari remaja sekarang; hijab. Bukan hijabnya yang aneh, tetapi penafsiran yang salah dan pengaruh mode yang kurang baik menjadikan hijab tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Definisi hijab yang sebenarnya adalah kain untuk menutup, bukan untuk membalut. Jadi, sudah jelas bahwa cara memakainya pun tidak dikaitkan sana-sini, diubet-ubet seperti pocong.

Gagasan ini bukan hanya menyasar pada remaja putri, tetapi juga untuk Teman-Teman remaja putra. Aku sarankan kalian menghindari kaus dan celana ketat sejauh mungkin. Kalian yang kurus semakin terlihat kurus dan menyedihkan, sedangkan kalian yang gemuk terlihat semakin gemuk karena tempat persembunyian lemak kalian ketahuan. Pakailah kaus dan celana longgar yang tetap fit dengan badan karena itu membuat kalian gagah.

Unfortunately, people don't process the raw things. Kalau mode A sedang ngetrend, semua pakai itu. Toko baju di mana pun menjual produk yang sama. Ganti mode B, semua juga turut ganti memakai baju ala mode B. Lalu, kalau semua jadi ikan mati yang hanyut arus sungai, siapa yang akan jadi ikan yang survive dan melawan arus?

Aku juga remaja putri. Kadang-kadang aku juga tertarik dengan fashion yang sedang booming. Namun, aku ingat lagi bahwa tidak semua orang cocok dengan fashion yang sama. Apalagi aku berkerudung. Meskipun aku masih suka pakai celana jeans ketat, tetapi aku berusaha memadankannya dengan kaus panjang yang bisa menutup hingga ke bagian paha. Sesekali aku juga pakai rok agar aku selalu ingat bahwa aku adalah perempuan; makhluk yang harus lebih menjaga diri dibanding laki-laki. Akibat penampilanku yang terlihat monotone dibanding teman-temanku, aku sering sekali disebut tomboi. Namun itu bukan masalah besar. Justru aku bangga jika aku bisa bertahan menjadi diriku sendiri dengan pakaian yang kusukai dan tetap sopan.

Bukannya ingin menggurui Teman-Teman semua. Namun, kalian harus tetap ingat jati diri kalian sebagai orang Indonesia yang basically adat-istiadatnya serba santun. Tidak selalu mengikuti hal yang sedang populer tidak akan membunuh kalian, Teman-Teman. Justru kalian akan lebih kuat untuk survive di dunia yang serba bebas ini.

Well, the way you dress shows your personality. Now, your turn to decide.


Biarkan Mimpi ke Finlandia Tetap Berlanjut

Sudah lama saya memiliki mimpi untuk bisa belajar ke luar negeri suatu saat nanti dan entah mengapa saya merasa bahwa mimpi itu akan benar-benar terealisasi suatu saat nanti. Aamiin.
Dimulai dari umur 13 atau 14 tahun, saat saya masih berstatus sebagai pelajar Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Jetis. Sekolah menawarkan program pertukaran pelajar atau biasa dikenal dengan istilah Sister School atau Student Exchange. Program ini baru berlangsung pertama kali di sekolahku ketika saya baru saja resmi diterima menjadi siswi di sekolah tersebut. 

Suatu pagi, seorang guru Bahasa Inggris senior menghampiri saya dan main tunjuk saja bahwa saya adalah satu diantara lima siswa yang akan dikirim untuk mengikuti Sister School di SMPN 6 Surabaya. Terkejut dan tidak percaya mengingat bahwa sebenarnya guru tersebut juga belum mengenal saya, apalagi mengetahui sejauh mana kelayakan saya untuk ikut serta dalam program tersebut. Akhirnya, jadilah seminggu saya menjadi siswa di Surabaya, meskipun program tersebut tidak berhasil saya ikuti dengan lancar karena homesick.

Semenjak itu, saya menjadi penasaran bagaimana rasanya jika saya benar-benar studi di luar negeri? Suatu hari, sekolah menawarkan lagi program yang sama, tetapi kali ini ke Singapura. Ya, luar negeri. Saya sangat tertarik, tetapi bingung dengan keputusan apa yang harus saya ambil. Biaya pastinya tidak sedikit. Kemampuan Bahasa Inggris yang belum memadai juga jadi masalah besar. Akhirnya saya yakin bahwa ini bukan saat yang tepat.

Kemudian saya tertarik dengan Australia. Negaranya besar, terkenal, dan pastinya pendidikannya berkualitas, begitu pikir saya saat itu. Mulailah belajar Bahasa Inggris lebih dalam. Saya cukup mampu untuk berkomunikasi verbal meskipun grammar saya tidak lagi berbentuk.

Australia tidak lagi menjadi pilihan ketika tiba-tiba Jepang menawarkan sesuatu yang lebih menakjubkan. Negara matahari terbit ini sangat menarik minat saya kala itu. Banyak orang-orang cerdas dunia yang lahir dari negeri sakura ini. Inovasi-inovasi canggih berkelas dunia banyak diciptakan dari otak orang-orang Jepang. 

Saat itu, Kakak masih menjadi seorang mahasiswa. Saya mengetahui bahwa Kakak sedang mengikuti kursus Bahasa Jepang di kampusnya. Entah apa yang saya pikirkan saat itu, saya hanya ingin menyaingi Kakak dalam kemampuan Bahasa Jepang. Mulailah saya belajar Nihongo dan Hiragana secara autodidak dan berhasil!
Waktu berlalu dan saya telah menjadi siswa kelas X di SMAN 3 Madiun. Ketika mengetahui bahwa ada pelajaran Bahasa Jepang, saya sangat senang dan cukup percaya diri bahwa saya akan berhasil dengan mudah dalam pelajaran ini karena saya sudah memiliki bekal Bahasa Jepang yang telah saya pelajari sendiri. Ternyata, semua dugaan saya tepat. Sensei juga mengajar dengan sangat menyenangkan sehingga Bahasa Jepang saya cukup berkembang. Sensei bahkan sempat memberikan tawaran khusus untuk saya agar mengikuti lomba Bahasa Jepang di Surabaya. Namun, dengan sangat menyesal saya menolak tawaran emas itu karena yang dilombakan adalah menulis Huruf Kanji, sedangkan tidak ada satu Huruf Kanji pun yang saya kuasai.

Jepang bertahan cukup lama dalam hati saya sebagai destinasi studi di masa depan hingga akhirnya sebuah jasa pendidikan ke luar negeri mengubah ambisi saya terhadap Jepang. 

Dalam salah satu slide presentasinya, jasa pendidikan itu mencantumkan nama sebuah negara yang sebenarnya sudah lama saya dengar tentangnya, tetapi entah mengapa saya tidak tertarik dengan negara itu, meskipun saya tahu bahwa pendidikan terbaik di dunia ada di sana.

Namun, detik itu juga, saya merasa mendapat sengatan kecil di otak dan adrenalin saya terpacu untuk mengatakan bahwa inilah yang saya cari. Ya, Finlandia.

Negara kecil berpenduduk 5,5 juta jiwa ini adalah negara di kawasan Eropa Utara dan masuk dalam negara Skandinavia bersama dengan Swedia, Norwegia, dan Denmark. Negara kecil yang ternyata sangat luar biasa ini mengalihkan perhatian saya selama presentasi berlangsung. Saya langsung terbayang menjadi mahasiswi Indonesia yang belajar di Finlandia.

Tanpa pikir panjang, saya telah memutuskan bahwa Finlandia adalah pilihan yang tepat. Bersama dengan dua teman lainnya, Zya dan Zaki, kami bertiga melabuhkan hati di Finlandia.

Mungkin Tuhan belum merestui langkah saya untuk menuju Finlandia secepat itu. Ibu dan Bapak melarang saya untuk menempuh S1 di Finlandia karena beliau menilai saya masih terlalu kecil untuk bisa hidup mandiri di negeri orang. 

Saya sempat kecewa dengan hal itu, tetapi saya menyadari bahwa keputusan orang tua pastilah yang terbaik. Saya menyadari bahwa ada perbedaan kultur yang mencolok antara Indonesia dan Finlandia. Bahasa, kultur, ras, agama, dan suasana yang sama sekali berbeda tidak bisa dianggap remeh. Perlu persiapan matang, baik fisik maupun mental untuk melanjutkan ke Finlandia.

Oke, saya menurut pada orang tua dan melanjutkan S1 di Indonesia. Allah SWT memang sangat adil. Permintaan saya ke Finlandia ditunda dan diganti dengan terkabulnya doa saya untuk studi di universitas impian: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, program studi Kedokteran Hewan. Alhamdulillah, keberhasilan ini mampu mengukir senyum berhiaskan linangan air mata penuh syukur di wajah Ibu dan Bapak.

Jadilah saya mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM). Rasa syukur dan bangga saya dapatkan sekaligus karena saya berhasil mewujudkan satu impian saya selama ini.
Ibu mengizinkan saya untuk melanjutkan studi ke Finlandia kelak ketika saya telah memiliki pendamping hidup. Hal ini agar saya merasa aman karena ada dia yang selalu menjaga saya. Insha Allah, doa Ibu didengar dan akan dikabulkan Allah SWT nanti di saat yang sangat tepat.

Semoga, mimpi itu benar-benar menjadi nyata. Finlandia 2022 bersama dia, belahan jiwa. Aamiin.

Indonesia Tanah Air Beta

"Indonesia milik Indonesia. Indonesia negeri segalanya. Cintaku padanya, tetap Indonesia."

Kejutan dari Finlandia


Siniristilippu (Bahasa Indonesia: Bendera Salib Biru)

                Pendidikan adalah hal yang sangat esensial. Pendidikan bukan lagi kewajiban, melainkan telah menjadi kebutuhan yang sangat disadari masyarakat, tak terkecuali oleh masyarakat di negara kecil seperti Finlandia.

                Tidak banyak orang yang tahu tentang Finlandia. Jangankan mengetahui seluk-beluk kampung halaman Santa Clause ini, namanya saja sudah terlalu asing bagi telinga kita. Walau pun negara kecil dengan penduduk sekitar 5,5 juta jiwa saja, kualitas pendidikan Finlandia menempati peringkat satu di dunia, mengalahkan Amerika Serikat yang notabene adalah negara adikuasa.
                Bagaimana Finlandia bisa menjadi peringkat satu dunia dalam bidang pendidikan? Hal apa saja yang telah dilakukan negara ini sehingga mampu mengalahkan pamor Amerika Serikat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut wajar terlontar dari orang-orang yang kagum dan penasaran tentang pesatnya peningkatan mutu pendidikan di negara produsen telepon genggam Nokia ini.
                Pasi Sahlberg, penulis buku Finnish Lesson: What Can the World Learn from Educational Change in Finland? mengungkapkan bahwa pendidikan adalah akar dari segala permasalahan manusia. Bagaimana tidak, sejak dalam kandungan pun kita sudah diberi pendidikan oleh orang tua, terutama ibu kita. Semakin manusia tumbuh, pendidikan harusnya semakin berkualitas agar menghasilkan manusia yang baik pula. Bisa dikatakan, jika input dan prosesnya baik, maka outputnya akan menyesuaikan.
                Finlandia tidak main-main dalam membentuk sistem pendidikannya. Guru sebagai komponen penting dalam pendidikan adalah mereka yang bergelar Master atau S2 dan harus masuk tahap seleksi yang ketat untuk benar-benar bisa menjalankan profesi yang sangat prestis, tidak kalah dengan dokter dan hakim, sehingga gajinya pun tinggi, setara dengan profesi dokter.
                Setelah guru dengan kualitas unggul, Finlandia masih memiliki resep ampuh untuk menjaga kualitas pendidikannya, yakni dengan menerapkan sistem yang unik. Siswa di Finlandia tidak dibebani dengan pekerjaan rumah (PR). Jika ada, PR tersebut tidak boleh memakan waktu lebih dari 30 menit waktu pengerjaan. Sistem pendidikan di Finlandia juga sangat meminimalkan jumlah tes seperti ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, try out, bahkan ujian nasional. Guru-guru di Finlandia percaya bahwa semakin banyak tes justru akan menjatuhkan mental siswa, sehingga akan menghancurkan esensi belajar karena siswa hanya akan berorientasi pada hasil tes, bukan pada esensi ilmu yang dipelajari.
                Finlandia tetap memiliki ujian nasional, sama seperti Indonesia. Namun, perbedaannya terletak pada fungsi ujian nasionalnya. Ujian nasional di Indonesia memiliki tiga fungsi, yaitu evaluasi, pemetaan, dan integrasi. Pada fungsi evaluasi, nilai siswa akan digunakan sebagai tolak ukur penentu kelulusan siswa. Berbeda dengan Finlandia yang ujian nasionalnya berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa untuk mengikuti tes di perguruan tinggi tujuan mereka. Jadi, ujian nasional bisa dikatakan sebagai uji coba untuk tes masuk perguruan tinggi.
                Selanjutnya, Finlandia memunyai kurikulum fleksibel yang disebut sebagai Kurikulum Dasar. Menteri Pendidikan Finlandia membebaskan setiap sekolah untuk menggunakan kreativitasnya dalam mengajar, asalkan tujuan belajar dapat dicapai. Jadi, jangan heran jika di setiap sekolah bisa jadi menerapkan cara belajar yang berbeda karena eksekusi kurikulum dasar yang kreatif di setiap sekolah. Berbeda dengan di Indonesia di mana setiap sekolah menerapkan cara belajar yang sama karena hanya menjalankan kurikulum jadi dari pemerintah yang belum tentu sesuai dengan cara belajar anak-anak. Terbukti beberapa kali pemerintah telah mengganti kurikulum demi mencapai hasil belajar yang maksimal.
                Satu lagi yang hebat dari Finlandia. Pemerintah telah membebaskan biaya sekolah dari TK sampai dengan jenjang SMA. Untuk perguruan tinggi, mahasiswa perlu mengeluarkan uang untuk membeli modul kuliah saja, selebihnya biaya ditanggung oleh pemerintah, sehingga bisa dikatakan biaya kuliah pun juga digratiskan. Walau pun pendidikannya gratis, Finlandia tetap menjadi juara dunia yang dibuktikan melalui tes PISA (Programme for International Student Assessment). Universitas Helsinki, universitas di ibukota Finlandia ini juga masuk jajaran 100 universitas unggulan di dunia.
                Indonesia yang jauh lebih kaya di segala aspek dibanding Finlandia harusnya mampu melebihi prestasi yang berhasil dicapai oleh negeri asal Angry Bird tersebut. Pemerintah hanya perlu bertindak lebih bijaksana. Menteri pendidikan seyogyanya bisa lebih introspeksi dengan sistem pendidikan Indonesia selama ini. Koreksi dan cari apa yang salah dari sistem yang diterapkan sehingga kualitas sumber daya manusia Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Singapura dan Malaysia.
                Tidak ada salahnya jika Indonesia banyak belajar dari Finlandia. Negala yang semula bergantung pada sektor pertanian, kini mampu menarik perhatian dunia melalui fenomena perubahan sistem pendidikannya yang mengagumkan. Bahkan, Finlandia sering dijadikan sebagai rujukan bagi negara-negara lain seperti Kanada dan Rusia untuk memeroleh referensi belajar yang baik.
                Ayo, Indonesia harus bangkit!

Ratna K. Ramadhani
5 Mei 2014

Selasa, 04 November 2014

"Iya, Harus"

"Sulit melepaskan diri darinya bukan berarti kau harus gagal mewujudkan niat baikmu. Hal penting yang harus kau ketahui adalah tidak mudah menapaki jalan menuju puncak untuk melihat matahari pagi terbit indah di atas awan. Kau harus tetap melaju dengan tetap tidak memedulikan godaan-godaan melenakan di sekitarmu. Kau mampu jika kau mau. Kau hanya butuh satu; mau."