Sudah lama saya memiliki mimpi
untuk bisa belajar ke luar negeri suatu saat nanti dan entah mengapa saya
merasa bahwa mimpi itu akan benar-benar terealisasi suatu saat nanti. Aamiin.
Dimulai dari umur 13 atau 14 tahun,
saat saya masih berstatus sebagai pelajar Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1
Jetis. Sekolah menawarkan program pertukaran pelajar atau biasa dikenal dengan
istilah Sister School atau Student Exchange. Program ini baru
berlangsung pertama kali di sekolahku ketika saya baru saja resmi diterima
menjadi siswi di sekolah tersebut.
Suatu pagi, seorang guru Bahasa
Inggris senior menghampiri saya dan main tunjuk saja bahwa saya adalah satu
diantara lima siswa yang akan dikirim untuk mengikuti Sister School di SMPN 6
Surabaya. Terkejut dan tidak percaya mengingat bahwa sebenarnya guru tersebut
juga belum mengenal saya, apalagi mengetahui sejauh mana kelayakan saya untuk
ikut serta dalam program tersebut. Akhirnya, jadilah seminggu saya menjadi
siswa di Surabaya, meskipun program tersebut tidak berhasil saya ikuti dengan
lancar karena homesick.
Semenjak itu, saya menjadi
penasaran bagaimana rasanya jika saya benar-benar studi di luar negeri? Suatu
hari, sekolah menawarkan lagi program yang sama, tetapi kali ini ke Singapura.
Ya, luar negeri. Saya sangat tertarik, tetapi bingung dengan keputusan apa yang
harus saya ambil. Biaya pastinya tidak sedikit. Kemampuan Bahasa Inggris yang belum
memadai juga jadi masalah besar. Akhirnya saya yakin bahwa ini bukan saat yang
tepat.
Kemudian saya tertarik dengan
Australia. Negaranya besar, terkenal, dan pastinya pendidikannya berkualitas,
begitu pikir saya saat itu. Mulailah belajar Bahasa Inggris lebih dalam. Saya
cukup mampu untuk berkomunikasi verbal meskipun grammar saya tidak lagi berbentuk.
Australia tidak lagi menjadi
pilihan ketika tiba-tiba Jepang menawarkan sesuatu yang lebih menakjubkan.
Negara matahari terbit ini sangat menarik minat saya kala itu. Banyak
orang-orang cerdas dunia yang lahir dari negeri sakura ini. Inovasi-inovasi
canggih berkelas dunia banyak diciptakan dari otak orang-orang Jepang.
Saat itu, Kakak masih menjadi
seorang mahasiswa. Saya mengetahui bahwa Kakak sedang mengikuti kursus Bahasa
Jepang di kampusnya. Entah apa yang saya pikirkan saat itu, saya hanya ingin
menyaingi Kakak dalam kemampuan Bahasa Jepang. Mulailah saya belajar Nihongo dan Hiragana secara autodidak dan berhasil!
Waktu berlalu dan saya telah menjadi siswa kelas X di SMAN 3 Madiun. Ketika mengetahui bahwa ada pelajaran Bahasa Jepang, saya sangat senang dan cukup percaya diri bahwa saya akan berhasil dengan mudah dalam pelajaran ini karena saya sudah memiliki bekal Bahasa Jepang yang telah saya pelajari sendiri. Ternyata, semua dugaan saya tepat. Sensei juga mengajar dengan sangat menyenangkan sehingga Bahasa Jepang saya cukup berkembang. Sensei bahkan sempat memberikan tawaran khusus untuk saya agar mengikuti lomba Bahasa Jepang di Surabaya. Namun, dengan sangat menyesal saya menolak tawaran emas itu karena yang dilombakan adalah menulis Huruf Kanji, sedangkan tidak ada satu Huruf Kanji pun yang saya kuasai.
Waktu berlalu dan saya telah menjadi siswa kelas X di SMAN 3 Madiun. Ketika mengetahui bahwa ada pelajaran Bahasa Jepang, saya sangat senang dan cukup percaya diri bahwa saya akan berhasil dengan mudah dalam pelajaran ini karena saya sudah memiliki bekal Bahasa Jepang yang telah saya pelajari sendiri. Ternyata, semua dugaan saya tepat. Sensei juga mengajar dengan sangat menyenangkan sehingga Bahasa Jepang saya cukup berkembang. Sensei bahkan sempat memberikan tawaran khusus untuk saya agar mengikuti lomba Bahasa Jepang di Surabaya. Namun, dengan sangat menyesal saya menolak tawaran emas itu karena yang dilombakan adalah menulis Huruf Kanji, sedangkan tidak ada satu Huruf Kanji pun yang saya kuasai.
Jepang bertahan cukup lama dalam
hati saya sebagai destinasi studi di masa depan hingga akhirnya sebuah jasa
pendidikan ke luar negeri mengubah ambisi saya terhadap Jepang.
Dalam salah satu slide
presentasinya, jasa pendidikan itu mencantumkan nama sebuah negara yang
sebenarnya sudah lama saya dengar tentangnya, tetapi entah mengapa saya tidak
tertarik dengan negara itu, meskipun saya tahu bahwa pendidikan terbaik di
dunia ada di sana.
Namun, detik itu juga, saya
merasa mendapat sengatan kecil di otak dan adrenalin saya terpacu untuk
mengatakan bahwa inilah yang saya cari. Ya, Finlandia.
Negara kecil berpenduduk 5,5 juta
jiwa ini adalah negara di kawasan Eropa Utara dan masuk dalam negara
Skandinavia bersama dengan Swedia, Norwegia, dan Denmark. Negara kecil yang
ternyata sangat luar biasa ini mengalihkan perhatian saya selama presentasi
berlangsung. Saya langsung terbayang menjadi mahasiswi Indonesia yang belajar
di Finlandia.
Tanpa pikir panjang, saya telah
memutuskan bahwa Finlandia adalah pilihan yang tepat. Bersama dengan dua teman
lainnya, Zya dan Zaki, kami bertiga melabuhkan hati di Finlandia.
Mungkin Tuhan belum merestui
langkah saya untuk menuju Finlandia secepat itu. Ibu dan Bapak melarang saya
untuk menempuh S1 di Finlandia karena beliau menilai saya masih terlalu kecil
untuk bisa hidup mandiri di negeri orang.
Saya sempat kecewa dengan hal
itu, tetapi saya menyadari bahwa keputusan orang tua pastilah yang terbaik.
Saya menyadari bahwa ada perbedaan kultur yang mencolok antara Indonesia dan
Finlandia. Bahasa, kultur, ras, agama, dan suasana yang sama sekali berbeda
tidak bisa dianggap remeh. Perlu persiapan matang, baik fisik maupun mental
untuk melanjutkan ke Finlandia.
Oke, saya menurut pada orang tua
dan melanjutkan S1 di Indonesia. Allah SWT memang sangat adil. Permintaan saya
ke Finlandia ditunda dan diganti dengan terkabulnya doa saya untuk studi di
universitas impian: Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, program studi
Kedokteran Hewan. Alhamdulillah, keberhasilan ini mampu mengukir senyum
berhiaskan linangan air mata penuh syukur di wajah Ibu dan Bapak.
Jadilah saya mahasiswi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM). Rasa syukur dan bangga saya
dapatkan sekaligus karena saya berhasil mewujudkan satu impian saya selama ini.
Ibu mengizinkan saya untuk
melanjutkan studi ke Finlandia kelak ketika saya telah memiliki pendamping
hidup. Hal ini agar saya merasa aman karena ada dia yang selalu menjaga saya.
Insha Allah, doa Ibu didengar dan akan dikabulkan Allah SWT nanti di saat yang
sangat tepat.
Semoga, mimpi itu benar-benar
menjadi nyata. Finlandia 2022 bersama dia, belahan jiwa. Aamiin.
Hai!Mahasiswa FKH bercita2 ke Finlandia? Ahh kita samaaaa dong. Mau sharing2 dong.
BalasHapusHai!Mahasiswa FKH bercita2 ke Finlandia? Ahh kita samaaaa dong. Mau sharing2 dong.
BalasHapusHalo, Inriyani Sari! Senangnya ada teman yang juga punya keinginan pergi ke Finlandia. Just contact me via email ratnaramadhani@gmail.com. I'll be waiting! :)
Hapus